Jumat, 26 Februari 2016

RUMAH ADAT

NAMA  : DELVIAN GUNTUR .P.

NO        : 14

KELAS : 9 A

ALAMAT EMAIL : delvianguntur11.blogspot.com

Rumah Adat Jawa Tengah: Joglo

Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi penting di Pulau Jawa. Selain karena hiruk-pikuk ekonominya, Provinsi ini juga tersohor karena unsur kebudayaannya yang masih terjaga. Salah satu warisan leluhur yang menjadi daya pikat provinsi ini adalah Joglo. Apa Joglo itu? Hakekatnya Joglo adalah sebutan bagi rumah adat Jawa Tengah. Bangunan ini menarik dikaji, baik itu dari segi historis maupun arsitekturnya yang sarat dengan nilai filosofis khas Jawa.

Joglo Dan Unsur Pembangunnya

Sangat menarik untuk mengkaji rumah adat Jawa Tengah ini sebab kita secara langsung akan bersinggungan dengan nilai-nilai luhur. Jadi, Joglo bukan sekedar hunian. Lebih dari itu, ia adalah simbol. Simak saja kerangka rumahnya yang berupa soko guru. Jika diamati, ada empat pilar utama yang menjadi penyangga utama rumah. Tiang utama ini masing-masing mewakili arah angin, barat-utara-selatan-timur. Lebih detil lagi, di dalam soko guru terdapat apa yang dikenal dengan tumpangsari yang disusun dengan pola yang terbalik dari soko guru.

Jika bagian-bagiannya dibedah, maka rumah adat Jawa Tengah ini terdiri atas beberapa bagian yakni pendhopo, pringgitan dan juga omah ndalem/omah njero. Yang dimaksud dengan Pendhopo adalah bagian Joglo yang lazim dipakai untuk menjamu tetamu. Sementara itu, Pringgitan sendiri merupakan bagian dari ruang tengah yang umum dipakai menerima tamu yang lebih dekat. Sementara itu, yang dikenal dengan istilah Omah Ndalem atau Omah Njero adalah ruang dimana keluarga bisanya bercengkrama. Ruang keluarga ini pun dibagi lagi ke dalam beberapa ruangan (kamar/senthong), yakni senthong tengah, kanan dan juga kiri.

Tak hanya pembagian ruangan, beberapa fitur Joglo juga melambangkan nilai filosofis yang dalam. Sebut saja bagian pintu rumah Joglo yang berjumlah tiga. Pintu utama di tengah, dan pintu lainnya ada di kedua sisi (kanan dan kiri) rumah.Tata letak pintu ini tidak sembarangan. Ia melambangkan kupu-kupu yang sedang berkembang dan berjuang di dalam sebuah keluarga besar.

Selain itu, di dalam Joglo juga dikenal sebuah ruangan khusus yang diberi nama Gedongan. Ia berperan sebagai tempat perlindungan, tempat kepala keluarga mencari ketangan batin, tempat beribadah dan masih banyak lagi kegiatan sakral lainnya. Di beberapa rumah Joglo, Gedongan biasa digunakan multirangkap sebagai ruang istirahat atau tidur. Di lain waktu, ia juga bisa dialihfungsikan sebagai kamar pengantin yang baru saja menikah.

Simbol Status Sosial

Sama seperti rumah adat di daerah lainnya, Joglo juga bisa dijadikan acuan untuk menakar status sosial seseorang. Meski diakui sebagai rumah adat Jawa Tengah, tapi tidak semua rakyat atau masyarakat Jawa Tengah memiliki rumah ini. Mengapa? Sebab meski tampilannya cukup sederhana, namun kerumitan bahan baku serta pembuatan menjadikan proses pembangunan Joglo memakan biaya juga waktu yang melimpah. Dahulu, hanya kalangan priyayi dan bangsawan yang memiliki rumah apin ini. Kini, mereka yang bukan bangsawan tapi berduit bisa saja membangun rumah elegan dan klasik tersebut.

Joglo sebagai rumah tradisional dikenal memiliki desain yang tidak sembarangan. Desain juga struktur ini kemudian mengerucut pada pembagian rumah Joglo itu sendiri, antara lain:
  • Rumah Joglo Pangrawit.
  • Rumah Joglo Jompongan.
  • Rumah Joglo Limasan Lawakan.
  • Rumah Joglo Semar Tinandhu.
  • RUmah Joglo Mangkurat.
  • RUmah Joglo Sinom.
  • RUmah Joglo Hageng.

Oleh karena cita rasa seni yang tinggi tercermin dari rumah adat Jawa Tengah tersebut, tidak heran jika ia menjadi salah satu aset budaya yang wajib untuk dilestarikan dari generasi yang satu hingga generasi selanjutnya.

batik jawa tengah

Batik Solo 
 


Ciri khas yang terdapat pada batik Solo adalah perpaduan dari bentuk-bentuk geometris yang berukuran kecil-kecil terletak dalam pewarnaannya. Ragam motif batik asal Solo memang dipengaruhi dengan makna-makna simbolis yang berasal dari kebudayaan Hindu. Beberapa ciri khas batik Solo banyak ditemukan pada motif-motif seperti, sawat, meru, naga, burung, dan modang.

2. Batik Yogyakarta 

Ciri khas dari batik Yogyakarta adalah dari latar atau warna dasar kain. Warna dasar kain batik Jogja ada dua macam, yaitu warna putih dan hitam, sedangkan warna batik bisa berwarna putih, biru tua kehitaman, dan cokelat soga. Ragam motif batik Yogyakarta sangat banyak dan semuanya sangat indah, mulai dari motif bunga, tumbuhan air, tumbuhan menjalar, satwa, dan lain-lain.


3. Batik Pekalongan 

Ciri khas batik Pekalongan adalah memiliki warna dan corak khas dan dimodifikasi dengan banyak variasi warna yang atraktif. Batik Pekalongan memiliki corak serta komposisi warna yang lebih kaya. Motifnya kebanyakan bernuansa Pesisir. Misalnya, motif bunga laut dan bintang laut.


Gimana sobat informasi umum sudah tahukan sekarang perbedaan-perbedaan batik khas daerah indonesia seperti batik khas Jawa barat, batik khas Jawa Tengah, dan batik khas Jawa Timur.

PAKAIAN ADAT

PAKAIAN ADAT JAWA TENGAH

Pakaian Adat Jawa Tengah dan Perlengkapan

pakaian-adat-Jawa-Tengah-pakaian-tradisional-Jawa-Tengah-baju-adat-Jawa-Tengah
Adat jawa sangat melekat di Indonesia,khususnya suku jawa. Pada acara tertetu suku jawa tak luput dari adat mereka. Begitu juga dengan pakaian adatnya.Saat acara-acara tertentu adat istiadat jawa harus memenuhi persyaratan adat yang akan di laksanakan.Berikut melody akan membahas tentang pakaian adat jawa tengah yang di pakai pada saat acar-acara tertentu.Baik sejarah asal-usul atau asal mula baju adat Jawa Tengah, kelengkapan apa saja yang di pakai (kostum). Dan bagaimana kostum pernikahan adat Jawa Tengah.

Pakaian Adat Jawa Tengah

Jenis busana dan kelengkapannya yang dipakai oleh kalangan wanita Jawa, khususnya di lingkungan budaya Yogyakarta dan Surakarta, Jawa Tengah adalah baju kebaya, kemben dan kain tapih pinjung dengan stagen. Baju kebaya dikenakan oleh kalangan wanita bangsawan maupun kalangan rakyat biasa baik sebagai busana sehari-hari maupun pakaian upacara. Pada busana upacara seperti yang dipakai oleh seorang garwo dalem misalnya, baju kebaya menggunakan peniti renteng dipadukan dengan kain sinjang atau jarik corak batik, bagian kepala rambutnya digelung (sanggul), dan dilengkapi dengan perhiasan yang dipakai seperti subang, cincin, kalung dan gelang serta kipas biasanya tidak ketinggalan.
Untuk busana sehari-hari umumnya wanita Jawa cukup memakai kemben yang dipadukan dengan stagen dan kain jarik. Kemben dipakai untuk menutupi payudara, ketiak dan punggung, sebab kain kemben ini cukup lebar dan panjang. Sedangkan stagen dililitkan pada bagian perut untuk mengikat tapihan pinjung agar kuat dan tidak mudah lepas
Punakawan
Punakawan adalah sebutan umum untuk para pengikut ksatriya dalam khasanah kesusastraan Indonesia, terutama, di Jawa. Pada umumnya para punakawan ditampilkan dalam pementasan wayang, baik wayang kulit, wayang golek, ataupun wayang orang sebagai kelompok penebar humor untuk mencairkan suasana. Namun di samping itu, para punakawan juga berperan penting sebagai penasihat nonformal ksatriya yang menjadi asuhan mereka.   


Istilah punakawan berasal dari kata puna / pana yang bermakna paham dan kawan yang bernama teman. Maksudnya ialah, para punakawan tidak hanya sekedar abdi atau pengikut biasa, namun mereka juga memahami apa yang sedang menimpa majikan mereka. Bahkan sering kali mereka bertindak sebagi penasihat majikan mereka tersebut. Hal yang paling khas dari keberadaan panakawan adalah sebagai kelompok penebar humor di tengah-tengah jalinan cerita. Tingkah laku dan ucapan mereka hampir selalu mengundang tawa penonton.


Sejarah Panakawan


Pementasan wayang hampir selalu dibumbui dengan tingkah laku lucu para panakawan. Pada umumnya kisah yang dipentaskan bersumber dari naskah Mahabharata dan Ramayana yang berasal dari India. Meskipun demikian, dalam kedua naskah tersebut sama sekali tidak dijumpai adanya tokoh panakawan. Hal ini dikarenakan panakawan merupakan unsur lokal ciptaan pujangga Jawa sendiri.
Menurut sejarawan Slamet Muljana, tokoh panakawan muncul pertama kali dalam karya sastra berjudul Ghatotkacasraya karangan Mpu Panuluh pada zaman Kerajaan Kadiri. Naskah ini menceritakan tentang bantuan Gatotkaca terhadap sepupunya, yaitu Abimanyu yang berusaha menikahi Ksitisundari putri Sri Kresna.


Dikisahkan Abimanyu memiliki tiga orang panakawan bernama:


  1. Jurudyah
  2. Punta
  3. Prasanta


Ketiganya dianggap sebagai panakawan pertama dalam sejarah kesusastraan Jawa. Dalam kisah tersebut peranketiganya masih belum seberapa, seolah hanya sebagai pengikut biasa.


Panakawan selanjutnya adalah Semar, yang muncul dalam karya sastra berjudul Sudamala dari zaman Kerajaan Majapahit. Dalam naskah ini, Semar lebih banyak berperan aktif daripada ketiga panakawan di atas. Pada zaman selanjutnya, untuk menjaga keterkaitan antara kedua golongan panakawan tersebut, para dalang dalam pementasan wayang seringkali menyebut Jurudyah Puntaprasanta sebagai salah satu nama sebutan lain untuk Semar.




Daftar nama para Punakawan :

  1. Semar
  2. Gareng
  3. Petruk
  4. Bagong
Selain itu juga terdapat pula Punakawan golongan raksasa, yaitu Togog dan Bilung


GAMBAR TOKOH PUNAKAWAN

ALAT MUSIK TRADISIONAL JAWA TENGAH

Bonang 

Bonang adalah instrumen musik yang dimainkan dengan cara dipukul dengan menggunakan pemukul khusus. Bonang terbuat dari perunggu, kuningan dan besi. Dalam gamelan jawa dikenal istilah bonang barung dan bonang penerus. Perbedaan bonang barung dan penerus terletak dari ukurannya serta fungsi keduanya. Bonang barung berukuran lebih besar dan beroktaf tengah hingga tinggi, berfungsi sebagai pembuka dan penuntun dari sebuah lagu. Sedangkan bonang penerus berukuran lebih kecil dan beroktaf tinggi dimainkan dengan kecepatan 2 kali lebih cepat dari bonang barung.

Bonang - http://orgs.usd.edu

3. Saron

Saron atau yang biasanya disebut juga ricik ,adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan dan dimainkan dengan cara dipukul. Saron terbuat dari lembaran logam, sedangkan pemukulnya terbuat dari kayu.
Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara saron 1 dan saron 2. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, ricik ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, ricik ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan.
Dalam memainkan saron, tangan kanan memukul wilahan / lembaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa dari pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet (kata dasar: pathet = pencet)

kesenian



Rumah adat Jawa Tengah
Rumah adat yang berasal dari Jawa Tengah disebut dengan Joglo. Joglo terbuat dari kayu, mempunyai nilai seni yg cukup tinggi, berdenah bujur sangkar dan mempunyai empat pokok tiang di tengah (saka). Joglo hanya dimiliki orang dari kalangan atas atau yang mampu. Rumah joglo guru, blandar bersusun yang yang dikenal dengan tumpangsari. Blandar tumpangsari bersusun ke atas semakin ke atas bentuknya semakin melebar.
Pakaian Adat Jawa Tengah
adat atau pakaian tradisional Jawa Tengah untuk wanita adalah kebaya yang dilengkapi dengan kemben dan kain tapih pinjung lengkap dengan stagen. Untuk kalangan pria pakaian adat yang dipakai oleh kerabat keratin adalah beskap kembang atau motif, kepala memakai blankon (destar), kain samping jarik, stagen untuk mengikat kain samping serta keris dan cemila (alas kaki). Pakaian tersebut disebut dengan Jawi Jangkep (pakaian adat Jawa lengkap dengan keris).
Batik
Batik saat ini sangat populer, tidak hanya di Indonesia saja bahkan di dunia. Setiap daerah memiliki motif yang berbeda. Untuk Jawa Tengah motif dasar terikat pada pakem tertentu yang bersifat simbolis dengan latar kebudayaan Hindu Jawa.
Wayang Kulit
Kesenian wayang kulit berkembang pada jaman Hindu Jawa dan ada sebelum kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia. Tokoh yang digambarkan adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata(perwujudan dari Dewa Wisnu).